Apa itu uang?
Seorang sastrawan Rusia mbah Leo Tolstoy bilang
“Money is a new form of slavery, and distinguishable from the old simply by the fact that it is impersonal – that there is no human relation between master and slave.”
mbah Leo Tolstoy bilang kalo uang adalah bentuk perbudakan baru yang sangat mengerikan.
Sedangkan filsuf Jerman aliran pesimis om Arthur Schopenhauer mengatakan dengan lebih sederhana, uang adalah bentuk kebahagiaan manusia yang abstrak. Karena ketika manusia tak lagi mendapatkan kebahagiaan pada hal-hal yang nyata, meraka akan mulai mencari kebahagiaan lewat uang.
Kayaknya saling berlawanan, tapi sebenarnya keduanya sepaham. Manusia dengan senang hati mau membudakkan diri untuk mendapatkan uang, untuk apa? Ya untuk mendapatkan kebahagiaan saat uang itu datang.
Lalu gimana menurutku? Kalau aku sendiri menganggap kebahagian yang didapat dari uang itu sebenarnya enggak abstrak. Menurutku uang bisa bikin seseorang dipenuhi hormon-hormon kebahagiaan kayak orang jatuh cinta seperti serotonin, dopamine, oxytocin, endorphin, dan lain-lain. Rasa bahagia ini bahkan tetap dapat dirasakan beberapa hari kemudian. Hampir gak ada bedanya sama kebahagiaan ketika liburan ke tempat yang diimpikan atau makan makanan kesukaan. Menurutku Arthur Schopenhauer bilang kalau kebahagian yang didapat dari uang itu gak nyata ya karena dia lahir dikeluarga yang sudah kaya raya, tapi kurang bahagia aja.
Kalau aku sendiri ngeliat uang dari jalan tengah antara dua pemikiran mbah Leo Tolstoy dan om Arthur Schopenhauer. Mungkin aku lebih condong dan setuju sama pendapat sosiolog Jerman Georg Simmel di bukunya Filsafat Uang (Philosophie des Geldes) yang ditulis pada tahun 1900an.
- Sistem moneter tercipta sebagai upaya untuk mendapatkan tujuan (barang atau jasa) dengan nilai yang sesuai. Namun, sekarang uang menjadi tujuan itu sendiri.
Kalo kita punya mesin waktu buat balik ke peradaban manusia sekitar 7 abad yang lalu, tujuan orang-orang di masa itu mungkin pengen jadi seorang matematikawan, pemikir, prajurit, atau mungkin pemimpin. Tapi, sekarang? Uang adalah tujuan. Kebanyakan orang tidak lagi ingin menjadi sesuatu, tapi ingin memiliki sesuatu. Perlu digaris bawahi kalau aku gak bilang kalo tujuan manusia di zaman dulu lebih baik daripada zaman sekarang. Tapi fakta ini membawa kita pada kenyataan kedua.
- Nilai manusia tereduksi ke dalam bentuk uang. Semakin tinggi nilai uang yang dihasilkan seseorang semakin tinggi juga nilai individunya dalam kelompok sosial.
Inilah kenapa kamu merasa value dirimu kurang ketika kamu gak punya uang. Ketika kamu merasa value mu kurang, kamu akan malu deket sama orang yang kamu suka. Malu buat sekedar ngobrol sama tetangga, atau bahkan malu terlibat obrolan bareng orang-orang seusiamu yang punya uang jauh lebih banyak ketimbang dirimu sendiri. Ketiadaan uang melahirkan perasaan inferior dan gak tertahankan pada seseorang, pada titik tertentu bahkan bisa ngarahin seorang individu buat ngelakuin apapun biar perasaan itu menghilang. Inilah yang jadi cikal bakal maraknya fenomena pinjol, judi, atau bahkan ‘jual diri’ yang semata-mata dilakukan cuma biar bisa dapet uang secara instan.
Suka atau enggak, uang udah jadi salah satu aspek vital sebagai tolak ukur seberapa bernilai seorang individu di masyarakat. Salah siapa? Bukan siapa-siapa. Yaaa memang beginilah dunia bekerja.
- Karena nilai-nilai manusia sudah tereduksi dalam bentuk uang, maka senjata paling efektif untuk memperoleh value adalah uang.
Aku kasih contoh, semisal kamu ingin membangun image sebagai orang yang dermawan. Sebenarnya gampang banget buat dapetin image itu, kalo kamu punya banyak uang. Tinggal donasiin atau sumbangin aja sebagian, selesai. Mudah, kan?
Tapi, pas kamu gak punya banyak uang atau bahkan cuman pas-pasan untuk hidup, bakal jauh lebih sulit buat ngepraktekin hal ini. Kamu harus berusaha sangat keras, mengorbankan banyak hal yang lebih berat untuk diikhlaskan ketimbang hanya sekedar uang.
Seperti, kamu bisa aja menyebut dirimu dermawan, tapi orang lain tentu gak bisa menganggap dirimu dermawaan kalo pada kenyataannya kamu aja gak pernah berbagi (walaupun alasannya karena emang gak ada uang). Kualitas diri yang kamu pikir kamu punya gak akan tervalidasi sama orang lain atau sama aja kayak omong kosong buat menghibur diri sendiri.
- Punya uang berarti punya kebebasan.
Apasih hal positif yang bisa didapatkan dengan punya uang selain value dalam kehidupan sosial?
Georg Simmel bilang kalo uang bisa ngasih kebebasan. Nah, perlu digaris bawahi… Ini tuh kebebasan dari bukan kebebasan untuk. Dalam konteks ini hak kepemilikan uang gak lagi mengikat si pemilik uang pada jenis pekerjaan atau aktivitas tertentu, jadi bisa dibilang bahwa uang memberi peningkatan kebebasan pada manusia.
Contoh nih… Om Arthur Schopenhauer, misal aja ayahnya gak kaya raya pasti yang dilakuin om Arthur Schhopenhauer itu cuma kerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhan perutnya sehari-hari, bukannya nulis buku filsafat aliran pesimis yang ngasih mimpi-mimpi buruk ke anak muda yang lagi nngalami krisis eksistensial bahkan setelah berabad-abad kematiannya. Tapi, karena warisan om Arthur Schopenhauer ini banyak dan taraf ekonominya juga sudah enak. Dia bebas-bebas aja mau ngabisin waktu buat nulis bertahun-tahun tanpa perlu kerjaan yang benar-benar menghasilkan uang buat dirinya. Dia pernah ngajar di University of Berlin, tapi dia berhenti ketika baru mulai. Terkadang selain menulis dia juga mengajak anjingnya jalan-jalan dan makan di restoran. Bebas-bebas saja, lha wong orang kaya.
Artinya adalah kepemilikan uang ini dapat bikin seorang individu kerja secara intelektual. Mereka bisa milih buat kerja atau gak kerja. Mereka bebas memilih buat hidup mewah atau hidup sederhana. Dengan kata lain orang kaya yang hidup sederhana memilih melakukannya karena mereka menginginkan itu. Sedangkan orang miskin hidup sederhana karena ya mereka gak punya pilihan lain.
- Daripada pekerjaan atau aset, uang akan jauh lebih fleksibel.
Apasih yang jadi standar kesejahteraan seorang individu? Apakah pekerjaannya, asset yang dimilikinya, atau jumlah saldo di tabungannya?
Menurutku tiga poin tersebut memanglah jadi standar. Tapi, dari 3 hal tersebut uanglah yang paling fleksibel.
Pekerjaan tuh gak fleksibel. Pekerjaan mengharuskan kamu untuk tetap stuck pada kewajiban-kewajiban dan aturan-aturan tertentu yang mengikat pada pekerjaan tersebut. Guru harus berurusan dengan murid-murid di sekolahnya, pegawai bank harus tetap dekat dengan nasabah-nasabahnya, petani harus bergelut dengan ladang serta sawahnya dan masih banyak lagi.
Nah, jika kamu tidak melakukan kewajiban-kewajiban tersebut, kemungkinan pekerjaan tersebut akan hilang alias kamu dipecat!
Disisi lain uang dapat membebaskanmu dari kewajiban yang membuatmu stuck pada satu kondisi semacam itu. Karena salah satu hal yang membuat uang itu powerful adalah kemampuannya untuk membebaskan serta memberikan kontrol bagi siapapun yang memilikinya.
Terakhir, lalu gimana aku sendiri memandang uang? Menurutku mendapatkan uang artinya mendapatkan pilihan. Karena ketika kita memiliki uang kita jadi punya pilihan hidup dan dapat menentukan pilihan secara logis. Ketika kita punya uang kita bisa memilih Tingkat kenyamanan kita sendiri, mau makan apa, seenak apa, sebernutrisi apa, kita bisa milih. Kalau bosan? Kita bisa milih juga mau jalan kemana, naik apa, bareng siapa, berapa lama, bebas… Tentuin aja. Mungkin sudut pandang ini bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan soal kenapa aku hidup se fast living ini. Kenapa aku gak milih jalan slow living kayak gen Z atau teman- teman seusiaku yang enjoy their youth… Asik menghabiskan waktunya buat main, jalan, pacaran, nikah, dll. Itu karena aku ngerasa ketika sumber daya ku yang terbatas ini (isi kepala dan kesehatan) masih berada di titik primanya, bakal aku optimalkan sebaik mungkin. Karena itu, aku rela struggle merantau jauh dari keluarga, kerja 12 jam perhari. Karena apa? Karena pikiran dan fisik masih on fire dan juga gak semua orang mau pensiun di usia 50-60an. Aku pengen pensiun lebih awal, hidup tenang di sebuah desa kecil yang sunyi, dengan hangatnya keluarga kecil yang kubangun nanti. Dan untuk mencapai titik itu, aku yakin harus berada di tingkat kebebasan finansial. Dan sampai sekarang aku masih percaya bahwa untuk mencapai titik financial freedom, aku harus mengorbankan freedom-freedom yang lain.
Itulah pandanganku mengenai kebebasan yang diberikan oleh uang.
Oiya… Ingatlah! Waktu adalah uang!
Terima kasih telah meluangkan waktumu untuk membaca. Stay positive and have a nice day for ya!

Leave a Reply